Anna menghilang. Dia menghilang entah kemana. Padahal tadi aku hanya pergi sebentar buat nganterin Yeni nyetor tugas Bahasa Indonesia.
“Anna kemana?” tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke seluruh teman-temanku yang memilih untuk tinggal di dalam kelas meski bel istirahat sudah berbunyi.
“Lagi rapat di ruang osis!” jawab Andika.
“Kok mendadak banget?” tanyaku lagi.
“Kalo yang itu aku gak tau!”
Aku kembali duduk di kursiku. Sebenarnya aku hanya ingin melanjutkan diskusi soal tugas matematika bersama Anna. Yah, otakku langsung keok kalo ketemu mata pelajaran yang satu itu.
“Lan, Yeni kemana?” tanya Ocha tiba-tiba padaku.
Hari ini Ocha cukup aneh. Aneh karena dia gak membuat kejutan lagi. Dia tampil standar: jepit rambut pink, kalung pink, anting pink, kaos kaki pink, gelang pink, cat kuku pink, tas pink… Sebuah tampilan yang sangat standar bagi Ocha.
“Yeni lagi dipanggil sama pembina jurnalistik,” jawabku.
“Emangnya kamu gak ikut?” tanya Ocha lagi.
“Nggak. Soalnya, mereka lagi ngecek adik kelas yang gabung di tim jurinalistik,” sahutku.
“Kok bisa-bisanya kamu gak diajak?”
Mau apa sih ni cewek?
“Yang ngurusin itu
“Memangnya posisi kamu apaan si disitu?”
“Aku kebagian tugas jadi reporter ples illustrator.” Jawabku.
“Hebat juga kamu. Oya, kalo si je-ka jadi apaan?”
“Aaahh… Paling-paling dia jadi bendahara!” ucap Echi yang merupakan sahabat kental Ocha. “Dia cocok banget di bagian yang itu.”
Kedua cewek ini selalu saja membuatku bingung. Sebelum lanjut, aku pengen menerangkan soal. Itu kepanjangan dari jenius kelas yaitu julukan yang secara permanen disematkan pada Ayu.
“Dia jadi wakil pemred di tim kita!” ucapku tersenyum pada kedua primadona itu.
“Ngomong-ngomong, pemred itu apa sih?” tanya Echi. Aku yakin pertanyaan itu didukung sama Ocha.
Secara universal, Ocha dan Echi adalah cewek populer di sekolahku. Mereka cantik, sudah pasti. Selain itu, mereka berdua kaya raya dan tahu trend. Nggak ketinggalan mereka juga pernah pacaran sama hampir semua cowok di sekolahku.
Aku rasa alasan yang terakhir inilah yang membuat mereka jadi sangat terkenal.
“Pemred itu singkatan dari pemimpin redaksi.” Aku memberi jawaban pada kedua cewek itu.
Hasilnya, Ocha dan Echi cuma mengangguk-angguk dan bero-o ria! Payah!!!
“O ya Lan, apa kamu nggak bosen ikut eskul jurnalistik?” tanya Ocah. “Secara,
Kalo elo bosen, ngapain loe nanya melulu! Tapi tentu saja aku hanya mengucapkan kalimat itu di kepalaku saja.
“Aku memang punya hobi di jurnalistik!” sahutku.
“Apa kamu gak suka nonton?” tanya Ocha.
“suka…”
“Kalo dugem?” Echi menambahkan.
“Kalo nanti aku ada keinginan buat dugem, ya aku dugem. Tapi sekarang lagi gak ada!” jawabku.
Hape Ocha bumyi. Dan invasi ke wilayahku pun dihentikan. Akhirnya!!!
@@@
Aku nggak pernah duduk berdua saja dengan Ayu sebelumnya. Biasanya kami bergerombol. Entah itu dengan Anna, Yeni atau yang lain. Kecuali Ocha dan Echi.
Hari ini aku merasakan keanehan yang luar biasa. Aku bisa merasakan bumi berputar pada porosnya. Mungkin besok dunia bakal kiamat.
“Ayu kok gak ikut ke ruang guru bareng Yeni?” tanyaku.
Cewek itu keluar dari bukunya sejenak. “nggak.”
Padahal pertanyaanku itu ada unsur “kenapa.”
Kemudian aku bilang permisi pada Ayu. Aku pergi ke kantin dan membeli apa saja buat mengganjal perutku. Aku yakin pertemuan jurnalistik kali ini pasti bakal berlangsung lama.
Saat aku kembali ke ruang madding, Ayu sudah menutup bukunya.
“Ayu mau kripik?” aku menawarkan.
“Nggak.”
“Banyak ya, anak-anak kelas sepuluh yang ikut jurnalistik?”
“Ya.”
“Kamu pasti udah ketemu sama mereka ya?”
“Ya.’
Mungkin aku harus menghilagkan kata “ya.”
“Katanya madding kita mau ikut lomba?” tanyaku.
“Ya.’
“Temanya apa sih?” tanyaku lagi. Yang jelas temanya bukan “ya.”
“Ha i ve eids.”
“Dimana sih lombanya?”
“Di es em a enam!”
Aku diam. Pertanyaanku sudah habis. Sekarang aku hanya berharap Ayu bakal menanyaiku. Bertanya apa saja bakal aku ladeni.
Tapi sampai teman-teman yang lain datang Ayu nggak mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya.
@@@
Mungkin populasi nyamuk sudah berkurang. Sejak sebulan yang lau, aku nggak pernah menyemprotkan baygon lagi di kamarku. Lau, kenapa populasi nyamuk berkurang? Bukankah populasi manusia terus bertambah? Dan bukankah itu berarti persediaan darah buat bangsa nyamuk juga bertambah?
Sayang, aku nggak duduk di kelas IPA. Tapi, apa anak-anak IPA tahu jawaban pertanyaanku ini? Mungkin nggak…
Discovery Channel malam ini:
Dua ekor ikan hiu yang bersahabat karib berenang mendekat ke pantai. Salah satu dari hiu itu sedang hamil. Produser Discovery Channel menampilkan gambar tiga dimensinya. Atau entah apa namanya. Yang jelas, sang narrator bilang ada empat puluh ekor anak hiu di dalam perut ikan pemangsa itu.
Sementara itu, di pinggir pantai puluhan anak burung sedang belajar terbang.
Hanya saja, angin yang ditunggu-tunggu nggak datang. Saat mereka semakin jauh dihanyutkan air laut, takdir pun berbicara.
Ketika lautan sudah terlihat tenang dan angin berhembus lagi, barulah anak-anak burung yang tadi bengong mulai belajar terbang.
Iklan.
“Lan, besok pagi ambilin bunga lili-ku di rumah nenek ya?” kakakku tiba-tiba masuk ke kamarku.
“Kenapa nggak diambil sendiri aja?” ucapku.
“Besok aku
“Ambil pulang kerja aja.”
“Ntar bunganya layu!”
“Ya udah minta aja sama nenek jangan di petik dulu.”
“Besok kamu
“Aku kepengen bangun siang.”
“Besok bangun pagi sebentar, trus sehabis ngambil bungaku kamu tidur lagi.”
“Mama nggak bakal ngijinin aku tidur lagi!”
“……………….”
Kakak perempuanku masih juga diam.
“Baiklah…”
Malam ini aku masih bisa merasakan bumi yang berotasi. Oh my God!!!
Dunia mungkin bakal benar-benar kiamat besok.
Aku musti gimana?
@@@
0 komentar:
Posting Komentar