Di sarangku yang sederhana, ada sebuah kompor
Aku sering memanfaatkan benda ini untuk mendukung aktivitasku
Bangga, rasanya punya kompor yang ramah lingkungan
Atau awalnya saja aku bangga
Sehari, dua hari, tiga hari, hingga hampir tiga bulan
Kompor kesayanganku baik-baik saja
Sumbunya masih belum kotor
Dan nyala apinya juga begitu indah, menghangatkan
Tapi bulan keempat, komporku mulai aneh
Dimulai dengan lidahnya yang menjulur
Lalu tiba-tiba saja lidahnya itu menyambarku
Bukan main-main, dia menyambar tanganku yang berharga
Aku tidak dapat menggenggam
Aku tidak bisa makan
Aku kesakitan
Dan tentu saja karena dia kompor jadi tidak akan mengerti
Aku tidak punya pilihan lain untuk memasak
Jadi mau tidak mau aku tetap menggunakan kompor itu
Pikirku, dia sudah menjinak
Tapi ternyata dia menjadi semakin dahsyat
Bagai dewa baruna sang penguasa lautan
Kompor menyerangku
Tanpa ampun dia memuntahkan kemarahannya
Dia meleduk, meledak, menghancurkan hingga ke ulu hatiku
Hingga aku sadar
Kompor tetaplah kompor
Jangan berharap kompor akan membantumu sepenuh hatinya
Karena kompor, ya, tetaplah kompor
0 komentar:
Posting Komentar