Nuna bilang aku sangat egois. Dia bilang aku sok cantik dan dia bilang dia akan berhenti berteman denganku kalau aku terus begini. Nuna bilang, “Aku nggak nyangka kalo kamu ternyata orangnya seperti ini!” Dia lalu pergi dari hadapanku.
Aku terpaksa merenung sendiri. Apa yang salah? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya dan sahabatku malah marah padaku. Oke, ceritanya begini. Nuna punya kenalan seorang cowok dan dengan baik hati Nuna mengenalkan cowok itu padaku.
“Dia orangnya keren, lho!” Ucap Nuna padaku. “Ko, pokoknya kamu pasti suka!”
“Memangnya dia setampan Brad Pitt?” tanyaku waktu itu.
“Yah, jangan bandingin sama Brad dong. Jelas aja dia kalah! Kalo dia mirip Brad Pitt, aku nggak bakalan kenalin dia ke kamu. Buat aku sendiri aja!”
Kami tertawa nyaring. Sebelum sempat bertemu dengan cowok keren yang dimaksud Nuna, ternyata temanku itu sudah memberikan nomer handphone-ku pada sang cowok. Aku agak kaget waktu dia berkoar seperti itu dihadapanku.
“Nggak apa kan, Iko?” kata Nuna.
Aku masih tidak percaya. “Aku pengennya kenalan muka dulu. Aku males ngeladenin orang nggak dikenal lewat hp!”
“Ah, dia orangnya baik kok. Tenang aja. Dia pasti bikin kamu nyaman.”
Aku mengiyakan. Tapi kalau mau jujur, aku sebenarnya tidak suka harus menghadapi ini. Aku hanya ingin tenang. Hanya saja, mungkin ketenangan itu akan mengusik sahabatku. Aku ingin tenang dan aku perlu sahabatku. Beginilah jadinya dan aku pun mulai menerima sms dan telpon rutin dari cowok itu. Namanya Mario. Keren bukan?! Tapi aku tidak mau terlalu hanyut.
Hal pertama yang aku lakukan ketika Mario pertama kali mengirimiku sms adalah membuat alasan sejenius mungkin agar aku bisa mematikan handphone-ku. Yang pertama berhasil begitu pula yang kedua. Meski aku sempat gagal pada yang keempat, tapi tidak apa.
Yang ke tujuh adalah yang paling gagal sebab aku mengiyakan ajakan ketemuan Mario dan Nuna juga ikut. Aku berpikir waktu itu sudah saatnya untuk berterus terang kalau aku memang tidak menaruh hasrat apa-apa pada Mario.
Tapi aku tidak menyangka kalau Si Mak Comblang Gagal aka Nuna akan ikut juga. Jadi di tempat itu aku bilang saja pada mereka berdua kalau aku hanya ingin tenang dan tenang berarti aku tidak mau ada gejolak di dadaku. Aku tidak mau jatuh cinta. Aku juga tidak mau patah hati. Aku tidak mau marah. Aku juga tidak mau bersedih.
Tapi Nuna tidak mengerti. Dia tidak mengerti kalau aku sangat sakit setiap kali perasaan-perasaan seperti itu menyergapku. Aku sakit. Rasanya sangat sakit. Dan aku benci rasa sakit itu. Aku hanya ingin menjadi netral. Apa aku egois?
Abs, 16/10/10
0 komentar:
Posting Komentar