Mobil Hayden mewah banget. Aku merasa sangat canggung waktu dia membukakan pintu agar aku masuk ke dalam mobilnya. ‘Pasti mahal!’ itulah hal pertama yang muncul di kepalaku. Aku sendiri belum pernah naik kendaraan semewah itu (bersama seorang bintang pula!). Aku melihat tumpukan CD Linkin Park dan aku langsung teringat pada koleksi yang sama di kamar kost-ku. Ternyata selera musik kami tidak jauh beda.
Waktu Hayden membuka mulut dan mengatakan kalau dia akan mengajak-ku ke Kafe favoritnya, aku teringat lagi pada kejadian mengerikan di Taman Kota. Aku belum pernah diperlakukan seperti itu. Maksudku, selama aku tinggal di Denpasar, aku belum pernah menghadapi seorang pencopet. Aku selalu pergi bareng Ina dan kayaknya, wajah Ina yang seram membuat para pencopet ketakukan bahkan untuk berdiri dalam jarak 10 meter dari Ina (dan aku).
Hayden lalu mengoceh tentang kasiat teh. Katanya teh bagus untuk menghilangkan stress dan sebagainya. Dia juga mengatakan sesuatu tentang kebiasaan minum teh orang Korea. Tapi aku tidak terlalu mendengarkan sebab saat itu mendadak pikiranku tertuju pada Ardi. Aku ada janji dengan mantan pacarku tapi aku malah pergi dengan pria lain!!!
Ketika sampai di Kafe favorit Hayden, yang ternyata terletak di pinggir Pantai Sanur, aku cukup lama bengong di tempat duduk-ku. Bukan karena aku takjub melihat bangunan Kafe yang antik dan dipadati wisatawan asing. Tapi lebih karena aku terlalu memikirkan Ardi. Dia ingin bertemu denganku. Apa mungkin dia ingin balik lagi denganku? Aku harus bagaimana?!
“Kamu masih takut, ya?” tanya Hayden sambil menyentuh pundakku. Dia menyentuh pundakku!
“Oh, nggak apa-apa…” ucapku canggung. Dia menyentuh pundakku. Hayden menyentuh pundakku!
“Gimana kalo kita masuk aja?”
“Oke,”
Kami masuk dan aku langsung disambut oleh pemandangan yang sangat indah. Kafe itu letaknya menghadap ke pantai dan ada lukisan-lukisan yang menggambarkan kehidupan nelayan Bali jaman dulu. Hayden mengajakku duduk di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Secara keseluruhan bangunan Kafe ini terbuat dari bambu.
Setelah memesan dua cangkir teh (Hayden bertanya apa aku ingin panekuk, yang aku tolak), Hayden malah berdiri dan memandangi pantai Sanur yang, terus terang saja lebih indah dari biasanya. Apa semua ini karena aku memandanginya bersama seorang aktor keren? Biasanya aku ke pantai Sanur bersama Ina atau Mili dan kesan yang kudapat biasa saja.
Hayden kembali duduk sambil bertanya, “Apa yang kamu lakukan di Taman Kota sendirian?”
Aku harus bilang apa? “Aku diminta sepupuku untuk mencari informasi tentang Museum!” Aku tidak terlalu berbohong kan?!
“Kamu sepupu yang baik, ya?!”
Pembicaraan kami terpotong sebab pesanan Hayden datang. Kau tahu tidak, pelayan yang membawakan pesanan itu memandangku dengan tatapan aneh. Apa orang biasa tidak boleh makan di Kafe ini? Huh!
“Sepupu kamu kelas berapa?” Hayden bertanya lagi.
Nah loh, aku lupa bertanya sudah kelas berapa sekarang keponakannya Ina. “Kelas lima.”
Berikutnya terjadi jeda yang cukup lama saat Hayden menyuruhku meminum teh-ku. Dia sepertinya sangat menikmati pesanannya.
“Kamu kok bisa ada di Taman Kota?” tanyaku setelah meletakkan minumanku.
Hayden tersenyum. “Aku hanya jalan-jalan…”
Aku mengangkat alisku. ‘hanya jalan-jalan’ begitu kata Hayden.
“Aku bosan di rumah sendirian. Jadi lebih jalan-jalan aja! Aku… aku ingin tahu Musem Perjuangan. Pernah ada syuting video klip salah satu artis Jepang disana dan video klip-nya itu menang MTV Award…”
“Ohhh…”
Terjadi jeda lagi. Aku tidak tahu harus berkata apa. Ingin rasanya permisi dari tempat itu dan bilang kalau sebenarnya aku juga ada janji dengan Ardi. Tapi aku tidak berani mengatakannya. Sementara itu, semakin banyak pengunjung yang datang ke Kafe. Sebagian besar dari mereka adalah wisatawan manca.
“Rasanya lega sekali setelah bercerai…” kata Hayden tiba-tiba.
Aku kaget dan hampir batuk-batuk. Untungnya aku bisa menahannya. Apa maunya dia ngomongin hal itu?
“Mantan istriku itu sangat ‘liar’!” lanjut Hayden lagi. “Dia gila pesta. Dan suka sekali berbelanja! Dia pernah keguguran gara-gara terpeleset di lift saat shoping… Aku tidak tahan hidup dengannya!”
Seorang artis bertaraf internasional sedang curhat denganku. Dengan Jian Satriani! “Mantan istrimu dari mana?” tanyaku.
“Dia model Thailand. Keturunan Perancis…” jawab Hayden kemudian menyeruput teh-nya lagi. “Kami menikah empat tahun dan setelah keguguran itu dia nggak bisa hamil lagi!”
“Perceraianku jadi berita heboh…” kata Hayden.
Aku tersenyum lalu meneguk minumanku.
Untungnya Ina pernah menyebut hal ini jadi aku tidak terkejut. Aku kemudian menyadari satu hal. Hayden terlihat sangat berbeda. Kalau biasanya di sekolah dia hanya memakai setelan olahraga yang memang dirancang khusus untuk para guru olahraga (celana olahraga panjang + jaket tebal!). Sore itu dihadapanku Hayden mengenakan T-shirt hitam, jins dengan robekan di bagian lutut dan sepatu keds. Dia beda!
“Mantan istriku juga punya pria lain!” kata Hayden berikutnya. Apa dia ingin membunuhku dengan mengatakan hal mengejutkan seperti ini? Ina tidak tahu ini. Yang dia tahu adalah Hayden dan istrinya bercerai karena mereka tidak bisa punya keturunan. Ini berita besar!
“Aku melihatnya tidur dengan pria itu! Dia lebih muda dariku. Dan aku bersyukur!” ucap Hayden.
“Apa?!” kataku hampir berteriak. Beberapa pengunjung Kafe melihat ke tempat kami.
Hayden tersenyum. “Kalo pacar baru mantan istriku masih muda, jadi wajar kalo dia lebih keren dariku. Tapi, kalo pria itu lebih tua darinya dan dia lebih keren dariku, itu bakal jadi masalah!”
“Apa?!” kataku lagi. Kali ini aku sudah bisa menguasai diri dan tidak berteriak lagi. Tapi, aku mungkin menganga sebab detik berikutnya, Hayden memegangi daguku seolah-olah dia ingin mengatupkan bibirku yang terbuka lebar. Ya ampun, malu-maluin banget!
Tiba-tiba handphoneku berdering. Telpon dari Ina. Aku mengangkatnya dan cepat-cepat mengatakan kalau tugasnya sudah selesai. Hayden menebak jika sepupuku yang menelpon.
“Kamu sudah harus pulang, ya?” tanya Hayden.
“Ehh.. Iya.” jawabku.
“Aku akan antar kamu pulang!”
“Nggak perlu. Antar sampai di Taman Kota aja. Motorku masih di tempat parkir museum.” kataku.
“Baiklah…” Hayden berhenti. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal. “Aku ingin mengatakan sesuatu…”
“Ada apa?”
“Aku menyukaimu…” kata Hayden. Dia menatapku. MENATAPKU!
Aku sendiri juga menatapnya. Apa yang dia katakan? Apa dia bilang dia menyukaiku? Ohhhhh…. Aku sebenarnya ingin bertanya apa maksud Hayden dengan mangatakan dia menyukaiku tapi sebuah suara menghentikan niatku.
“Hayden…” sebuah suara yang sangat lembut. Suara yang pasti bakal membuatmu membayangkan wanita yang sangat cantik. Suaranya seksi, bisa aku bilang seperti itu. Aku menoleh dan melihat seorang wanita sedang berjalan menuju meja tempat dudukku dan Hayden: Almondia Prameswari!
Tidak heran, Almondia sama persis seperti tampangnya di majalah. Dia sama sekali tidak jauh berbeda. Itu artinya kecantikannya memang alami. Para fotografer tidak perlu melakukan apa-apa untuk membuat hasil fotonya menakjubkan. Almondia memang cantik dari sononya!
Almondia berhasil membuatku minder. Dia berhasil membuatku nampak konyol. Dia datang dengan mengenakan halter top dan hot pant. Alas kakinya juga tidak main-main. Sepatu dengan hak yang mungkin tingginya 12 cm (atau mungkin lebih) yang membuat pemakainya jadi kelihatan sangat tinggi. Harga semua barang yang menempel di badan Almon rasanya tidak perlu aku sebutkan sebab aku toh tidak akan sanggup membelinya!
Aku tidak perlu melihat apa yang aku kenakan hari itu. Aku sudah sangat hafal: jins hitam dan T-shirt murahan yang aku beli di Pesta Kesenian Bali tahun lalu. Dan aku tidak memakai sepatu mahal seperti punya Almon. Aku hanya mengenakan sandal teplek favoritku.
“Bagaimana pekerjaan barumu?” tanya Almondia pada Hayden. “Apa misimu udah tercapai?”
Hayden langsung terlihat panik. Kenapa, ya? Apa karena Almon terlalu mengagumkan? Dan dia menyesal sudah mengatakan kalau dia menyukaiku? “Semuanya baik-baik saja!” jawab Hayden.
Dan aku langsung teringat berita hot yang pernah disampaikan Ina padaku: Almondia digosipkan akan menikah dengan Hayden Mahendra! Ya, berita itu. Dan sekarang pasangan yang digosipkan itu ada dihadapanku. Yang lebih mengerikannya lagi, Hayden baru saja bilang dia menyukaiku. Aku pasti jadi sasaran empuk buat Almondia. Sasaran empuk buat dianiaya!
Hayden berdiri, “Kami harus pergi sekarang!” ucapnya berusaha tenang.
“So soon?!” kata Alomndia dengan suara malaikatnya.
“See ya…”
Aku berjalan mengikuti Hayden dan waktu aku memandang Almondia untuk memberikan senyuman padanya (kalau aku sedang grogi dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, aku biasa tersenyum pada seseorang sebagai tanda perpisahan!), gadis itu mengedipkan mata kirinya. Arghh… ini aneh!
Aku diantar kembali ke Museum Perjuangan oleh Hayden. Dia bilang kalau aku lebih hati-hati lagi. Dia juga menawarkan diri untuk membuntutiku hingga ke tempat kost-ku, yang tentu saja langsung aku tolak. Apa kata Ina nanti jika dia melihatnya? Bisa-bisa dia mengorbankan persahabatan kami dan menyuruhku memata-matai Hayden!
“Sampai ketemu di sekolah, ya!” ucap Hayden.
“Okay…”
“Lain kali gimana kalo kita jalan-jalan lagi?!”
Aku hanya bisa tersenyum dan ternyata Hayden menerjemahkannya sebagai iya. Dia lalu bilang akan menelponku. Tidaaaaaaaakkkkk….
@@@@
Setelah memastikan kalau Hayden sudah benar-benar jauh, aku segera mengendarai motorku ke MCD. Aku berharap Ardi masih menungguku disana. Aku berharap bisa melihatnya lagi. Tapi, bayangan yang paling sering muncul di benakku menjadi nyata: Ardi sudah tidak ada di MCD. Mungkin dia akan marah padaku. Aku mengecek hp-ku lagi kalau-kalau dia mengirim sms. Tapi hasilnya juga nihil.
Sore itu aku pulang dengan wajah sendu dan Ina tahu ada sesuatu aneh yang terjadi. Setelah menerima hasil jepretanku, Ina bertanya kalau aku mendengar berita buruk. Dia bertanya apakah Ardi akan segera menikah dan cowok itu mengirim undangan pernikahannya untukku.
“Aku nggak akan sedih kalo dia menikah!” ucapku.
“Trus, kenapa kamu terlihat lesu begitu?” tanya Ina.
“Tadi aku kecopetan!”
“Dimana???” teriak Ina.
“Di Taman Kota!”
“Kamu nggak kenapa-napa, kan? Apa ada yang hilang?”
“Nggak ada yang hilang dan aku baik-baik saja!”
Aku agak bingung harus berkata apa. Maksudku, apakah aku harus bilang jika Hayden yang menyelamatkanku dan bahkan dia mencoba menghiburku dengan mengajakku minum teh? Aku memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Hanya saja, aku kembali ragu di detik-detik terakhir.
Ina mengerti. “Kalo masih ragu buat cerita, nanti aja ceritanya! Sekarang mending kamu istirahat dulu.”
“Baiklah!” kataku lemas. Waktu aku membuka tas-ku, aku mendapati jika ada dua pesan masuk di handphoneku. Yang pertama dari Ardi dan isinya sangat mengejutkan.
Ardi: Jian, sory ya. Td aq ga bs datg. Alne mndadak aq di tlp di surh k kantr. Sory, km pst lma nunggu. Aq td ga smpt sms. Sory bgt..
Aku membalas sms-nya.
Aku: Ga pa. Td kebtlan aq ktmu m tmnQ dsna jd ngobrol ma dy. Ni br nympe d rmh.
Ardi: Thx, ya…
Berikutnya aku membuka sms yang kedua. Dari Hayden!
Hayden: Udh nympe kost?
Aku: Udh. Thx.
0 komentar:
Posting Komentar