Selasa, 29 Juni 2010

Bener Nggak Sih, Jumong Bakal Diputar Lagi?


Waktu ni aku mendengar berita yang sangat menggembirakan. Di salah satu situs aku ngebaca kalo Jumong akan ditayangkan lagi. Untuk saat ini, katanya Indosiar lagi sibuk menerjemahkan ulang drama Jumong.



Duh, moga2 jha itu beneran ya?? Aku sudah kangen banget ingin melihat Song Il Gook muncul di layar kaca!

Minggu, 27 Juni 2010

Mengharapkan Munculnya Pangeran Tampan dengan Kuda dan Busurnya!

Dengan judul kayak gitu, ada yang bisa nebak nggak siapa Pangeran yang dimaksud? Mudah-mudahan saja jawaban kamu ini: Jumong! Yep, I really like this hero! Kalau mau jujur, aku suka sekali sama aktor yang memerankan Jumong ini: Song Il Gook!



Rasanya, SIG pas sekali memerankan karakter ini. Coba deh perhatikan (bagi yang sudah nonton sampai habis) perubahan sikap Jumong. Dari seorang pangeran pengecut hingga menjadi Raja dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas. He’s so awesome!



Tapi Song Il Gook nggak hanya hebat waktu memerankan Jumong. Bakat aktingnya juga terlihat menawan di The Kingdom of The Wind. Disini, SIG berperan sebagai cucunya Jumong yang lahir dengan membawa kutukan kalau dia akan menghabisi keluarganya. Sayang nih, aku cuman baca synopsis drama ini. Habis, DVD-nya belum ketemu sampai sekarang.

Dalam The Kingdom of the Wind, SIG juga dekat dengan pedang dan kuda. Dan lagi-lagi nih, dia cocok banget sama keduanya! Kayaknya memang jadi takdir Song Il Gook buat jadi Korean Hero! Pokoknya, dia kelihatan gagah banget dhe..



Tapi, A Man Called God memberikan nuansa yang sedikit berbeda. Song Il Gook muncul sebagai Michael King aka Choi Kang Ta yang ingin membalas dendam atas kematian ayahnya. Memang sih, SIG nggak jauh-jauh dari aksi bela diri. Tapi, senjata yang diapakai udah modern banget. Kayak pistol kedap suara bahkan bom!

Sudahlah, yang jelas aku pengen banget melihat salah satu dramanya Song Il Gook diputar di Indonesia. Kalau bisa sih, A Man Called God yang diputar soalnya drama yang satu ini baru aku tonton sampai episode 5. Kalo Jumong udah nonton sampai habis! Oh, I want to watch his drama badly!

Kamis, 17 Juni 2010

Guru Idola – Chapter 8

Aku sangat ngeri membayangkan kalau Hayden akan menelponku. Ada banyak pikiran aneh menerorku. Hal ini diperparah oleh pernyataan Hayden di Kafe Teh itu. Dia bilang dia menyukaiku. HAYDEN MENYUKAIKU!!! Aku gila memikirkan perkataan ini. Tidak mungkin.

Aku kemudian mencoba menghibur diriku dengan menegaskan bahwa Hayden menyukaiku sebagai teman. Karena selama ini aku banyak membantunya bersosialisasi di SMA 33. Akulah orang yang mengantarnya berkeliling sekolah. Dan aku juga guru yang satu-satunya tidak menjadi gila bila bertemu dengannya. Jadi wajar bila dia menyukaiku. Mungkin karena aku unik…

Tapi kemudian perkataan Hayden yang lain menghantam kepalaku. Dia bilang jika dia akan menelponku!!! Aku tidak mau ditelpon oleh Hayden. Kalau dia menyukaiku sebagai teman, dia tidak perlu menelponku. Sudah cukup dia membawaku ke Kafe itu dan membuatku mati dihadapan Almondia!

Oke, aku tidak suka bila Hayden menyukaiku bukan sebagai teman. Aku tidak mau. Masalahnya, dia itu lebih tua dariku. Jauuuuhhhhh lebih tua dariku. Tambahan pula, dia itu duda. Meski Hayden berstatus duda keren tapi tetap saja dia DUDA! Tidak akan ada yang dapat mengubah fakta itu.

Jadi, sore itu aku sudah menonaktifkan handphoneku. Aku bahkan sudah mempersiapkan alasan bila di sekolah Hayden bertanya. Aku akan bilang jika handphoneku lowbat dan aku lupa mengisi baterenya. Alasan yang sempurna. Apalagi ditambah dengan keadaan kejiwaanku yang tidak bagus setelah hampir kecopetan.

Paginya aku bangun dengan cerah. Siap dengan alasan yang akan aku sampaikan pada Hayden bila dia bertanya. Bila tidak, aku akan sangat bersyukur sebab tidak perlu menambah dosa.

Aku tiba di sekolah agak siang. Sebelum masuk ke ruang guru aku menyempatkan diri buat bersembahyang di Pura Sekolah. Dan disanalah Hayden duduk bersila… Apakah ini termasuk takdir? Aku harus berbohong di rumah para Dewa? Mengerikan!

“Udah baikan?” tanya Hayden. Aku mengangguk dan mempersiapkan diri untuk mulai bersembahyang. Ternyata Hayden juga belum mulai. Jadi lantas kami bersembahyang bersama-sama. Setelah selesai, Hayden membantuku membersihkan bunga yang baru saja kami gunakan.

“Tadi malam tidurnya nyenyak?” Hayden bertanya lagi.
Mengebalkan. “Iya, nyenyak banget!” jawabku.
“Nanti mulai mengajar jam ke berapa?”
“Jam ke empat! Kamu tadi ngajar berapa kelas?”
“Dua kelas. Tapi aku jadikan satu saja.”
Pekerjaanku telah selesai. “Aku mau ke ruang guru sekarang.”
“Yah, ayo sama-sama!”

Ruang guru seperti biasa sepi. Aku memersiapkan buku-buku yang akan aku pakai mengajar. Sementara itu, Hayden lagi-lagi hanya memperhatikanku. Karena merasa bosan diperlakukan seperti ini, aku memulai pertanyaan yang menurutku sangat berani.

“Yang kemarin itu model Almondia, kan?” tanyaku.
Hayden mengerjap. “Ya, dia salah satu kenalanku. Model yang sangat berbakat!”
“Dia lagi liburan di Bali, ya?”
“Hmmm…” Hayden masih memperhatikanku. Apa maunya?
“Dia nggak jauh beda sama tampangnya di majalah! Cantik banget!”
“Waktu aku bilang dia berbakat, kata itu nggak termasuk cantiknya. Dia operasi plastik. Nggak banyak yang tahu. Cuman kalangan teman dekat aja…”
“Berarti kamu termasuk teman dekatnya, dong?!”
“Bukan. Temanku adalah teman dekatnya Almon!” jawab Hayden.

Aku diam, pura-pura sibuk membaca buku paket. Padahal pikiranku tertawa sebab aku dan Hayden punya kesamaan dalam cara memanggil Almondia - Almon. Tapi cepat-cepat aku singkirkan pikiran gila ini. Sedangkan, Hayden masih sibuk menatapku. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku!

“Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Hayden. Dia menahan dagunya dengan tangan kanan.
“Pertanyaan yang mana?” aku balik bertanya.
“Kalo aku teman dekatnya Almon…”
“Pengen tahu aja! Soalnya, salah satu adik sepupuku ngefans sama Almon.”

Aku tahu Hayden ingin membalas ucapanku barusan tapi tiba-tiba saja Bu Ayu masuk. Dia terlihat sangat panik. Jadi aku langsung menebak kalau ada siswa yang berkelahi lagi. Terakhir kali siswa SMA 33 berkelahi, kaca jendela perpustakaan hancur lebur dan ibu penjaga perpustakaan kena beling kaca hingga tangannya harus dioperasi. Tapi bukan itu yang membuat Bu Ayu terlihat panik.

“Atasan mengundurkan diri!” teriak Bu Ayu.
“Apa??!!” teriakku bersamaan dengan Hayden.
“Kok bisa?” tanyaku lagi.
“Bapak dapat promosi ke dinas pendidikan!” jawab Bu Ayu.
“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Berarti harus mengadakan pemilihan kepala sekolah yang baru.” ucap Bu Ayu.
“Apa guru yang lain sudah tahu?” tanya Hayden.
Untuk pertanyaan yang ini, mata Bu Ayu berbinar-binar waktu menjawabnya. “Belum. Tapi nanti saat istirahat akan saya umumkan!”

Terus terang saja aku kaget. Bukan karena aku guru yang akrab dengan kepala sekolah dan tidak mau kehilangan kepemimpinannya. Aku ingat dia pernah memberikanku tips mengajar yang bagus saat tiba pertama kali di sekolah ini. Katanya aku harus memberikan pujian pada anak yang nakal agar aku bisa mengambil hati mereka. Sehingga, katanya lagi, aku akan dengan mudah menguasai mereka.

Bukan hal ini yang membuatku terkejut. Tapi pada perkataan Ina. Sahabatku itu pernah bilang kalau mungkin saja kepala sekolah akan mengundurkan diri. Apa yang diucapkan Ina menjadi kenyataan.

Tidak sampai disini saja kekagetanku. Setelah bel istirahat berbunyi dan semua guru sudah mendengar pengunduran diri kepala sekolah, wakasek kesiswaan memanggilku ke ruangannya. Dia ingin membiacarakan tentang kepindahan siswa di kelas asuhanku.

“Nia dan Fika mengajukan surat kepindahan!” katanya.
Aku melongo. Aku sulit sekali mencerna berita ini.
“Apa ibu bisa mengurus surat-suratnya?” tanya wakasek kesiswaan padaku.
“Kenapa mereka pindah, Pak?” tanyaku.
“Katanya ikut orang tua pindah tugas. Salah satunya pindah ke Jogja dan yang satunya lagi ke Jakarta!”
Aku tersenyum getir. Aku tidak mengerti ini. “Mereka siswa berprestasi dari kelas saya, Pak!” ucaku.
“Ya, saya tahu itu tapi saya harap ibu bisa mengurus semuanya dengan cepat.”

Ketika aku keluar dari ruang wakasek kesiswaan, aku menemukan Hayden bersandar pada tembok. Dia pasti melihat wajah seriusku dan urung mengatakan apapun yang ingin dikatakannya. Waktu aku pergi begitu saja, dia tidak mengkutiku. Aku tidak percaya jika Nia dan Fika pindah. Aku sangat bangga pada mereka!

@@@@

Aku tahu kalau aku harus mengatakan semuanya pada Ina. Semua hal. Termasuk kata-kata Hayden di Kafe itu. Termasuk juga tentang kepindahan kepala sekolah. Malam itu, malam setelah aku mendapat kabar kepindahan siswa favoritku, aku mengajak Ina bicara. Dia seperti biasa terlihat santai.

“Hayden yang menolongku waktu aku kecopetan tempo hari.” Aku memulai.
Ina tidak terlihat kaget. “Apa dia beraksi seperti di film-film?” tanya Ina.
“Dari mana kamu tahu?”
“Jian, dia itu kan aktor laga. Jadi wajar kalau sisa-sisa ilmu bela dirinya masih ada!”
“Ya, tapi dia juga mengajakku minum teh di Sanur.”
Ina masih belum kaget. “Jadi kamu ngelupain Ardi?”
“Bukan gitu…”
Ina memandangku sambil tersenyum. “Jian, oke-oke kalo kamu ngelupain Ardi demi seorang Hayden! itu normal kok!”
“Baiklah. Tapi, gimana menurutmu kalo Hayden bilang jika dia menyukaiku?”
Sekali lagi Ina terlihat santai. “Aku rasa yang ini juga normal. Kamu cantik Jian. Kamu juga unik. Aku yakin hanya kamu yang nggak gila bila melihat Hayden.”
“Nenekku juga nggak gila kalo ngelihat Hayden…”
Ina tertawa. “Kalian ngapain aja?”
“Cuman ngobrol aja! Tapi dia juga membicarakan mantan istrinya!”
“Dia bilang apa?” tanya Ina. Kali ini dia terlihat tertarik. Tapi aku segera melakukan aksi tutup mulut dan Ina kembali tenang.

“Aku juga ketemu Almondia di Kafe itu!” ucapku.
“Dia pasti marah ngeliat Hayden akrab sama cewek lain!” kata Ina.
“Aku rasa nggak. Dia malah mengedip padaku. Tapi dia cantik banget!”
“Itu berkat operasi plastik!”
“Hayden juga bilang begitu.” Kataku. “Tapi In, Almon juga nanya tentang misi Hayden!”
Ina terlihat seperti orang yang memakai ganja. Dia jadi terlihat galak!

“Misi apa?” tanya Ina.
“Aku juga nggak tahu. Aku malah ingin tanya ke kamu!” jawabku.
“Di sekolah ada berita apa aja?”

Lidahku langsung menari dan menceritakan apa yang terjadi. Aku mengatakan keherananku akan kepindahan kepala sekolah yang menurutku agak aneh. Atasan kan sudah di ambang usia pensiun, kenapa baru sekarang dipindah ke dinas pendidikan? Aku juga mengatakan tentang dua siswi favoritku yang pindah. Lalu, aku bertanya pada Ina kira-kira apa lagi yang akan terjadi setelah ini. Sebab, kelihatannya Ina punya bakat baru: membaca apa yang akan terjadi di masa depan!

“Jangan kaget, ya!” kata Ina. “Bisa saja pacarmu yang jadi kepala sekolah!”
“Pacarku? Siapa? Aku sudah putus dengan Ardi!” ucapku bingung.
“Bukan Ardi. Tapi Hayden Mahendra!”
“Aku nggak pacaran dengan Hayden!”
“Nanti kamu mungkin bakal pacaran ama dia.” Ina terlihat sangat bersemangat.
“Sebenarnya apa yang lagi terjadi?” tanyaku.
“Jian, sekolah bakal dijual dan Hayden kayaknya ada dibalik ini semua!”
“Hayden?”
“Yap! Dia kenal sama investor yang pengen membangun studio film di tanah SMA 33!”
“Belum tentu Hayden ikut campur, kan?”
“Menurutmu apa alasan Hayden tiba-tiba mau mengajar? Apa kamu percaya sebagai terapi setelah bercerai? Bohong!”

Aku hanya bengong. Berikutnya, Ina hanya menyuruhku untuk terus mengawasi Hayden. Kalau bisa dia menyuruhku untuk sekali-kali mengajak Hayden ke kost! Enak saja. Aku tidak akan melakukan hal gila kayak gitu!

@@@@

Aku bahkan tidak perlu menuruti nasehat Ina untuk mengundang Hayden ke kost. Duda itu datang sendiri ke kost-ku. Entah dari mana dia tahu alamat tempat kost-ku. Tapi kemudian aku mengutuki daftar alamat para guru yang terpajang di kantor wakil kepala sekolah. Rasanya pengen banget aku ke sekolah dan merobek daftar itu lalu segera mencari tempat kost baru!

Tapi aku rasa tak ada gunanya. Seperti biasa kedatangan Hayden menimbulkan kehebohan yang luar biasa. Biar kuceritakan. Hari itu adalah hari minggu pagi yang cerah ceria dan terang benderang. Aku dan Ina sedang mengurus kebun kecil di depan kamar kami. Ina selalu mengeluh sebab ada lebih banyak nyamuk yang masuk ke kamarnya. Dan seperti keadaan normalnya, Ina menyalahkan taman di depan kamar kami yang katanya terlalu rimbun. Padahal, dia saja yang menumpuk baju sembarangan.

Ina bersikeras kalau dia ingin mencabut semua tanaman yang susah payah aku tanam dan menggantinya dengan kaktus! Aku bilang padanya kalau sebaiknya dia pindah saja ke gurun Sahara!

“Kalo aku punya duit, dari dulu aku sudah pindah kesana!” jawab Ina lantang.
“Minta pinjaman aja ke bank. Bilang kalo kamu pengen buat usaha. Terus kabur ke Sahara. Kamu pasti nggak ditemukan di tempat itu. Hebat kan rencanaku!” ucapku.
Ina tersenyum. “Aku ada ide yang lebih bagus: gimana kalo kita pinjam duit di pacarmu aja?”
“Pacarku?” Aku mulai mengerutkan kening. Aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

Tiba-tiba saja ibu kost berteriak seperti orang kesurupan. Otomatis, aku dan Ina jadi panik. Selanjutnya aku tahu apa yang membuat ibu kost jadi gila. Hayden berjalan gontai di belakang ibu kost. Dia membawa banyak bungkusan.

“Jian, ada yang mencarimu!” ucap ibu kost. Matanya bersinar cerah ceria seperti matahari. Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada ibu kost. Tidak aku pedulikan kedipan matanya. Apa dia mau kenalan dengan Hayden? Ohhh, lebih baik dia mengurus suaminya saja!

Aku langsung menyapa Hayden dan memperkenalkan Ina, sahabatku. Di luar dugaanku, Ina bersikap sangat cool. Dia tidak gila. Dia tidak bereriak. Dia tersenyum dengan tenangnya. Ada apa dengannya? Waktu aku beranjak ke dapur untuk membuatkan Hayden minuman, Ina menyusulku. Dia menusuk pinggangku dan menempelkan jari telunjuknya ke bibir.

“Jangan bilang kalo aku wartawan Populis!” bisiknya.
“Baiklah. Memangnya kenapa?” tanyaku.
“Aku nggak mau dia tahu aja.”
“Kamu bakal nemenin disini, kan?” tanyaku. Sebenarnya ini permintaan.
Ina tersenyum. “Nggak. Aku mau beli kaktus!”

Lalu Ina kabur dari hadapanku. Aku mendengarnya berpamitan pada Hayden. Ina bilang dia akan membeli kaktus. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku benci tanaman. Ina begitu tega melakukan ini padaku.

Rabu, 09 Juni 2010

Air Terjun di Dekat Rumah Jian




Dalam serial Guru Idola, Jian (sang tokoh utama) sempat bilang kalo dia tinggal di dekat Air Terjun Nungnung. Yep, daerah itu memang ada. Nyata.

Air terjun Nungnung letaknya di kabupaten Badung, tepatnya di desa wisata Plaga. Beberapa waktu yang lalu aku berkesempatan mengunjungi tempat itu. Kesan pertamaku adalah tempat itu luar biasa indah.

Untuk bisa sampai ke Air Terjun-nya, kita musti melewati anak tangga yang jumlahnya puluhan. Nggak, mungkin ratusan. Agak melelahkan sih, harus turun tangga sebanyak itu. Tapi, kalo sudah sampai di bawah semua kelelahan itu akan terbayar!

Ada dua air terjun. Yang di sebelah barat dan sebelah timur. Buat yang disebelah barat memang agak sulit didekati soalnya kita musti melewati batu-batu yang licin dan aku saranin lebih baik nggak mendekat. Kalau air terjun yang di sebelah timur, paling gampang di dekati. Kita cuman perlu menyeberangi aliran air yang dangkal dan sampailah kita disana.

Airnya jernih dan sejuk banget. Apalagi ditambah sama udara pegunungan yang sejuk. Lengkap deh! Rasanya pasti nggak pengen kembali. Buat yang suka sekali fotografi, tempat ini wajib dikunjungi.

Nah, jika sudah puas main air, waktunya mendaki tangga nih. Menurut aku, ini adalah bagian yang paling mengerikan. Soalnya tangga yang banyak bikin aku kehabisan nafas! Tapi, nggak apa soalnya keindahan Air Terjun Nungnung bisa bikin kita lupa semuanya!!!

Guru Idola – Chapter 7

Mobil Hayden mewah banget. Aku merasa sangat canggung waktu dia membukakan pintu agar aku masuk ke dalam mobilnya. ‘Pasti mahal!’ itulah hal pertama yang muncul di kepalaku. Aku sendiri belum pernah naik kendaraan semewah itu (bersama seorang bintang pula!). Aku melihat tumpukan CD Linkin Park dan aku langsung teringat pada koleksi yang sama di kamar kost-ku. Ternyata selera musik kami tidak jauh beda.

Waktu Hayden membuka mulut dan mengatakan kalau dia akan mengajak-ku ke Kafe favoritnya, aku teringat lagi pada kejadian mengerikan di Taman Kota. Aku belum pernah diperlakukan seperti itu. Maksudku, selama aku tinggal di Denpasar, aku belum pernah menghadapi seorang pencopet. Aku selalu pergi bareng Ina dan kayaknya, wajah Ina yang seram membuat para pencopet ketakukan bahkan untuk berdiri dalam jarak 10 meter dari Ina (dan aku).

Hayden lalu mengoceh tentang kasiat teh. Katanya teh bagus untuk menghilangkan stress dan sebagainya. Dia juga mengatakan sesuatu tentang kebiasaan minum teh orang Korea. Tapi aku tidak terlalu mendengarkan sebab saat itu mendadak pikiranku tertuju pada Ardi. Aku ada janji dengan mantan pacarku tapi aku malah pergi dengan pria lain!!!

Ketika sampai di Kafe favorit Hayden, yang ternyata terletak di pinggir Pantai Sanur, aku cukup lama bengong di tempat duduk-ku. Bukan karena aku takjub melihat bangunan Kafe yang antik dan dipadati wisatawan asing. Tapi lebih karena aku terlalu memikirkan Ardi. Dia ingin bertemu denganku. Apa mungkin dia ingin balik lagi denganku? Aku harus bagaimana?!

“Kamu masih takut, ya?” tanya Hayden sambil menyentuh pundakku. Dia menyentuh pundakku!
“Oh, nggak apa-apa…” ucapku canggung. Dia menyentuh pundakku. Hayden menyentuh pundakku!
“Gimana kalo kita masuk aja?”
“Oke,”

Kami masuk dan aku langsung disambut oleh pemandangan yang sangat indah. Kafe itu letaknya menghadap ke pantai dan ada lukisan-lukisan yang menggambarkan kehidupan nelayan Bali jaman dulu. Hayden mengajakku duduk di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Secara keseluruhan bangunan Kafe ini terbuat dari bambu.

Setelah memesan dua cangkir teh (Hayden bertanya apa aku ingin panekuk, yang aku tolak), Hayden malah berdiri dan memandangi pantai Sanur yang, terus terang saja lebih indah dari biasanya. Apa semua ini karena aku memandanginya bersama seorang aktor keren? Biasanya aku ke pantai Sanur bersama Ina atau Mili dan kesan yang kudapat biasa saja.

Hayden kembali duduk sambil bertanya, “Apa yang kamu lakukan di Taman Kota sendirian?”
Aku harus bilang apa? “Aku diminta sepupuku untuk mencari informasi tentang Museum!” Aku tidak terlalu berbohong kan?!
“Kamu sepupu yang baik, ya?!”

Pembicaraan kami terpotong sebab pesanan Hayden datang. Kau tahu tidak, pelayan yang membawakan pesanan itu memandangku dengan tatapan aneh. Apa orang biasa tidak boleh makan di Kafe ini? Huh!

“Sepupu kamu kelas berapa?” Hayden bertanya lagi.
Nah loh, aku lupa bertanya sudah kelas berapa sekarang keponakannya Ina. “Kelas lima.”
Berikutnya terjadi jeda yang cukup lama saat Hayden menyuruhku meminum teh-ku. Dia sepertinya sangat menikmati pesanannya.

“Kamu kok bisa ada di Taman Kota?” tanyaku setelah meletakkan minumanku.
Hayden tersenyum. “Aku hanya jalan-jalan…”
Aku mengangkat alisku. ‘hanya jalan-jalan’ begitu kata Hayden.
“Aku bosan di rumah sendirian. Jadi lebih jalan-jalan aja! Aku… aku ingin tahu Musem Perjuangan. Pernah ada syuting video klip salah satu artis Jepang disana dan video klip-nya itu menang MTV Award…”
“Ohhh…”

Terjadi jeda lagi. Aku tidak tahu harus berkata apa. Ingin rasanya permisi dari tempat itu dan bilang kalau sebenarnya aku juga ada janji dengan Ardi. Tapi aku tidak berani mengatakannya. Sementara itu, semakin banyak pengunjung yang datang ke Kafe. Sebagian besar dari mereka adalah wisatawan manca.

“Rasanya lega sekali setelah bercerai…” kata Hayden tiba-tiba.
Aku kaget dan hampir batuk-batuk. Untungnya aku bisa menahannya. Apa maunya dia ngomongin hal itu?
“Mantan istriku itu sangat ‘liar’!” lanjut Hayden lagi. “Dia gila pesta. Dan suka sekali berbelanja! Dia pernah keguguran gara-gara terpeleset di lift saat shoping… Aku tidak tahan hidup dengannya!”
Seorang artis bertaraf internasional sedang curhat denganku. Dengan Jian Satriani! “Mantan istrimu dari mana?” tanyaku.
“Dia model Thailand. Keturunan Perancis…” jawab Hayden kemudian menyeruput teh-nya lagi. “Kami menikah empat tahun dan setelah keguguran itu dia nggak bisa hamil lagi!”
“Perceraianku jadi berita heboh…” kata Hayden.
Aku tersenyum lalu meneguk minumanku.

Untungnya Ina pernah menyebut hal ini jadi aku tidak terkejut. Aku kemudian menyadari satu hal. Hayden terlihat sangat berbeda. Kalau biasanya di sekolah dia hanya memakai setelan olahraga yang memang dirancang khusus untuk para guru olahraga (celana olahraga panjang + jaket tebal!). Sore itu dihadapanku Hayden mengenakan T-shirt hitam, jins dengan robekan di bagian lutut dan sepatu keds. Dia beda!

“Mantan istriku juga punya pria lain!” kata Hayden berikutnya. Apa dia ingin membunuhku dengan mengatakan hal mengejutkan seperti ini? Ina tidak tahu ini. Yang dia tahu adalah Hayden dan istrinya bercerai karena mereka tidak bisa punya keturunan. Ini berita besar!

“Aku melihatnya tidur dengan pria itu! Dia lebih muda dariku. Dan aku bersyukur!” ucap Hayden.
“Apa?!” kataku hampir berteriak. Beberapa pengunjung Kafe melihat ke tempat kami.
Hayden tersenyum. “Kalo pacar baru mantan istriku masih muda, jadi wajar kalo dia lebih keren dariku. Tapi, kalo pria itu lebih tua darinya dan dia lebih keren dariku, itu bakal jadi masalah!”
“Apa?!” kataku lagi. Kali ini aku sudah bisa menguasai diri dan tidak berteriak lagi. Tapi, aku mungkin menganga sebab detik berikutnya, Hayden memegangi daguku seolah-olah dia ingin mengatupkan bibirku yang terbuka lebar. Ya ampun, malu-maluin banget!

Tiba-tiba handphoneku berdering. Telpon dari Ina. Aku mengangkatnya dan cepat-cepat mengatakan kalau tugasnya sudah selesai. Hayden menebak jika sepupuku yang menelpon.

“Kamu sudah harus pulang, ya?” tanya Hayden.
“Ehh.. Iya.” jawabku.
“Aku akan antar kamu pulang!”
“Nggak perlu. Antar sampai di Taman Kota aja. Motorku masih di tempat parkir museum.” kataku.
“Baiklah…” Hayden berhenti. Sepertinya ada sesuatu yang mengganjal. “Aku ingin mengatakan sesuatu…”
“Ada apa?”
“Aku menyukaimu…” kata Hayden. Dia menatapku. MENATAPKU!

Aku sendiri juga menatapnya. Apa yang dia katakan? Apa dia bilang dia menyukaiku? Ohhhhh…. Aku sebenarnya ingin bertanya apa maksud Hayden dengan mangatakan dia menyukaiku tapi sebuah suara menghentikan niatku.

“Hayden…” sebuah suara yang sangat lembut. Suara yang pasti bakal membuatmu membayangkan wanita yang sangat cantik. Suaranya seksi, bisa aku bilang seperti itu. Aku menoleh dan melihat seorang wanita sedang berjalan menuju meja tempat dudukku dan Hayden: Almondia Prameswari!

Tidak heran, Almondia sama persis seperti tampangnya di majalah. Dia sama sekali tidak jauh berbeda. Itu artinya kecantikannya memang alami. Para fotografer tidak perlu melakukan apa-apa untuk membuat hasil fotonya menakjubkan. Almondia memang cantik dari sononya!

Almondia berhasil membuatku minder. Dia berhasil membuatku nampak konyol. Dia datang dengan mengenakan halter top dan hot pant. Alas kakinya juga tidak main-main. Sepatu dengan hak yang mungkin tingginya 12 cm (atau mungkin lebih) yang membuat pemakainya jadi kelihatan sangat tinggi. Harga semua barang yang menempel di badan Almon rasanya tidak perlu aku sebutkan sebab aku toh tidak akan sanggup membelinya!

Aku tidak perlu melihat apa yang aku kenakan hari itu. Aku sudah sangat hafal: jins hitam dan T-shirt murahan yang aku beli di Pesta Kesenian Bali tahun lalu. Dan aku tidak memakai sepatu mahal seperti punya Almon. Aku hanya mengenakan sandal teplek favoritku.

“Bagaimana pekerjaan barumu?” tanya Almondia pada Hayden. “Apa misimu udah tercapai?”
Hayden langsung terlihat panik. Kenapa, ya? Apa karena Almon terlalu mengagumkan? Dan dia menyesal sudah mengatakan kalau dia menyukaiku? “Semuanya baik-baik saja!” jawab Hayden.

Dan aku langsung teringat berita hot yang pernah disampaikan Ina padaku: Almondia digosipkan akan menikah dengan Hayden Mahendra! Ya, berita itu. Dan sekarang pasangan yang digosipkan itu ada dihadapanku. Yang lebih mengerikannya lagi, Hayden baru saja bilang dia menyukaiku. Aku pasti jadi sasaran empuk buat Almondia. Sasaran empuk buat dianiaya!

Hayden berdiri, “Kami harus pergi sekarang!” ucapnya berusaha tenang.
“So soon?!” kata Alomndia dengan suara malaikatnya.
“See ya…”

Aku berjalan mengikuti Hayden dan waktu aku memandang Almondia untuk memberikan senyuman padanya (kalau aku sedang grogi dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun, aku biasa tersenyum pada seseorang sebagai tanda perpisahan!), gadis itu mengedipkan mata kirinya. Arghh… ini aneh!

Aku diantar kembali ke Museum Perjuangan oleh Hayden. Dia bilang kalau aku lebih hati-hati lagi. Dia juga menawarkan diri untuk membuntutiku hingga ke tempat kost-ku, yang tentu saja langsung aku tolak. Apa kata Ina nanti jika dia melihatnya? Bisa-bisa dia mengorbankan persahabatan kami dan menyuruhku memata-matai Hayden!

“Sampai ketemu di sekolah, ya!” ucap Hayden.
“Okay…”
“Lain kali gimana kalo kita jalan-jalan lagi?!”
Aku hanya bisa tersenyum dan ternyata Hayden menerjemahkannya sebagai iya. Dia lalu bilang akan menelponku. Tidaaaaaaaakkkkk….

@@@@

Setelah memastikan kalau Hayden sudah benar-benar jauh, aku segera mengendarai motorku ke MCD. Aku berharap Ardi masih menungguku disana. Aku berharap bisa melihatnya lagi. Tapi, bayangan yang paling sering muncul di benakku menjadi nyata: Ardi sudah tidak ada di MCD. Mungkin dia akan marah padaku. Aku mengecek hp-ku lagi kalau-kalau dia mengirim sms. Tapi hasilnya juga nihil.

Sore itu aku pulang dengan wajah sendu dan Ina tahu ada sesuatu aneh yang terjadi. Setelah menerima hasil jepretanku, Ina bertanya kalau aku mendengar berita buruk. Dia bertanya apakah Ardi akan segera menikah dan cowok itu mengirim undangan pernikahannya untukku.

“Aku nggak akan sedih kalo dia menikah!” ucapku.
“Trus, kenapa kamu terlihat lesu begitu?” tanya Ina.
“Tadi aku kecopetan!”
“Dimana???” teriak Ina.
“Di Taman Kota!”
“Kamu nggak kenapa-napa, kan? Apa ada yang hilang?”
“Nggak ada yang hilang dan aku baik-baik saja!”

Aku agak bingung harus berkata apa. Maksudku, apakah aku harus bilang jika Hayden yang menyelamatkanku dan bahkan dia mencoba menghiburku dengan mengajakku minum teh? Aku memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Hanya saja, aku kembali ragu di detik-detik terakhir.

Ina mengerti. “Kalo masih ragu buat cerita, nanti aja ceritanya! Sekarang mending kamu istirahat dulu.”
“Baiklah!” kataku lemas. Waktu aku membuka tas-ku, aku mendapati jika ada dua pesan masuk di handphoneku. Yang pertama dari Ardi dan isinya sangat mengejutkan.

Ardi: Jian, sory ya. Td aq ga bs datg. Alne mndadak aq di tlp di surh k kantr. Sory, km pst lma nunggu. Aq td ga smpt sms. Sory bgt..

Aku membalas sms-nya.

Aku: Ga pa. Td kebtlan aq ktmu m tmnQ dsna jd ngobrol ma dy. Ni br nympe d rmh.
Ardi: Thx, ya…

Berikutnya aku membuka sms yang kedua. Dari Hayden!

Hayden: Udh nympe kost?
Aku: Udh. Thx.

Template by:

Free Blog Templates