Suara pria di seberang sana terdengar marah.
“Kamu sudah mengecewakan saya!”
“Kamu tidak tahu terima kasih!”
“Kamu benar-benar tidak tahu diri!”
Pria itu kembali menarik nafas.
“Kamu sudah menghancurkan tatanan yang saya ciptakan!”
“Kamu harus bertanggung jawab!”
“Jangan lari kamu!”
Aku berpikir dia sudah berhenti, tapi ternyata tidak.
“Kamu tidak professional!”
“Jadi cuma ini yang kamu pelajari selama kuliah?!”
“Kamu bakal kena hukum karma!”
“Hukum karma akan datang padamu!”
Jadi aku lantas membalas apa yang dia ucapkan padaku.
Aku berkata lantang, “Berani-beraninya anda bicara karma dengan saya?!”
“Memangnya anda kebal terhadap hukum karma?”
“Memangnya hukum karma tidak bisa menyentuh anda?”
“Semua manusia di bumi ini bisa disentuh hukum karma!”
“Kalaupun ada diantara kita yang akan didatangi hukum karma, itu anda!”
“Anda pikir, apa yang anda lakukan pada saya tidak jahat?”
“Jadi memperlakukan orang lain seperti binatang itu benar?”
“Dan sebelum anda mengatai orang lain tidak professional,”
“Lihat dulu apakah anda sudah professional!”
Pria itu langsung menutup telponnya.
Apa ini artinya aku sudah menang?
Hatiku bilang, tidak ada yang menang atau kalah.
Hatiku juga bilang, kalau mulai detik ini akan aku berikan bukti padanya.
Dia harus tahu bahwa aku bisa berbuat lebih daripada dirinya.
Dia bukan satu-satunya sosok hebat di pulau ini.
Dia seharusnya pergi melihat dunia yang lebih luas.
Agar tidak selamanya terkurung dalam kesombongannya.